Informatika Mesir
Home Aktualita “Zooming a Sustainable Collaboration” Antar Kekeluargaan Demi Meningkatkan SDM dalam Melaksanakan Program Kerja

“Zooming a Sustainable Collaboration” Antar Kekeluargaan Demi Meningkatkan SDM dalam Melaksanakan Program Kerja

Ilustrasi kerja sama. (Sumber: atos.net)

Oleh: Maya Rasyid

Latar Belakang

Kekeluargaan di Mesir adalah salah satu wadah penampungan mahasiswa Indonesia per-wilayah di Mesir. Wadah ini dibentuk guna untuk mempermudah mahasiswa dalam menghadapi berbagai masalah, seperti memperpanjang visa untuk berkelanjutan hidup, mengadakan kajian demi merevisi ilmu, akhlak, dan pendidikan, ataupun menolong satu sama lain dalam kesulitan. Bahkan kehidupan mahasiswa Indonesia di Mesir (Masisir) telah menjadi tanggung jawab kekeluargaan masing-masing. Tidak terhitung oleh jari, bahwa banyak sekali program kerja yang dirancang oleh dewan pengurus demi mengimprovisasi kualitas kekeluargaan itu sendiri.

Ditilik dari catatan PPMI, Masisir telah diklasifikasikan menjadi enam belas kekeluargaan dengan KPMJB (Keluarga Paguyuban Masyarakat Jawa Barat) sebagai kekeluargaan dengan anggota terbanyak dan disusul setelahnya KSW (Kelompok Studi Walisongo). Sedangkan, kekeluargaan dengan anggota yang paling sedikit adalah IKMAL (Ikatan Keluarga Mahasiswa Lampung).

Perlu diingat bahwa Mesir merupakan negara ranking pertama yang menampung ribuan mahasiswa Indonesia. Maka tidak perlu heran, jika PPMI harus menaungi  enam belas kekeluargaan demi memberikan keamanan hidup bagi rakyat Indonesia di negara asing. Lalu, apa khidmah Masisir yang terus berjalan dengan payung kenyamanan bagi kekeluargaannya? Bagaimana sikap Masisir dalam menanggapi program kerja kekeluargaannya? Apakah sudah memberi timbal balik? Mari kita simak investigasi sebagai berikut.

Rumusan Masalah

Beberapa rancangan program kerja kekeluargaan contohnya adalah seperti mengadakan seminar/talk show, kajian ilmiah, wirid bersama, dan yang lainnya.Saat kita cermati bersama, hal negatif yang sangat fenonemal dalam suatu acara adalah minimnya personil yang menghadiri acara tersebut, atau bisa kita katakan bahwa tingkat emosional Masisir terhadap kekeluargaannya sendiri sangatlah rendah. Sampai saat ini, berapa banyak Masisir yang enggan berkunjung ke aula kekeluargaanya kecuali hanya untuk mengurus berkas visa. Apa yang terjadi dengan Masisir? Bagaimana solusinya?

Meningkatkan Kerja Sama yang Berkelanjutan

Menurut saya pribadi setelah berbincang-bincang dengan teman serumah, perlu adanya peningkatan kerja sama yang berkelanjutan antar kekeluargaan satu dengan yang lainnya, atau dengan afiliatif, maupun dengan almamater, dan perlu dinaungi oleh PPMI maupun Wihdah demi memikat hati para Masisir untuk menghadiri suatu acara yang dilaksanakan oleh pihak kekeluargaan.

Minimnya kehadiran personil pada suatu acara bukanlah karena semata-mata acara tersebut tidak bermanfaat. Melainkan Masisir itu sendiri telah mengidap penyakit malas akut sebab virus bosan yang terlanjur menyebar. Padahal tujuan acara ini adalah guna merevisi ulang ilmu-ilmu yang dimiliki Masisir, demi meningkatkan keakraban, dan demi menjalin persaudaraan.

Salah satu gambarannya adalah pada hari Kamis, 26/09 di Aula KEMASS, yang mana pada saat tersebut, dilaksanakanlah acara Azhari Women Entrepreneur hasil kerja sama antara Wihdah PPMI dengan Keputrian HMM-SU. Saat berlangsungnya acara ini, saya sebagai panitia sangat miris melihat minimnya personil yang tertarik untuk menghadirinya.

Enam belas kekeluargaan dengan berbagai rancangan program kerja bukanlah jumlah yang sedikit. Kita ambil program seminar misalnya. Apabila setiap kekeluargaan merancang program seminar, maka ada enam belas seminar yang harus dihadiri setiap tahunnya. Ini masih hitungan kotor, dan belum menghitung seminar yang diadakan oleh almamater, afiliasi, atau instansi lainnya.

Setiap instansi yang mengadakan seminar targetnya adalah Masisir itu sendiri. Setelah terlaksananya seminar pertama, menyusul pamflet seminar kedua, seminar ketiga, keempat, kelima, dan begitu seterusnya. Di saat inilah virus bosan menyebar akibat acara yang beruntun tak henti-henti. Akhirnya, Masisir yang menghadiri acara tersebut adalah panitia itu sendiri.

Miris sekali, kegiatan dengan segudang ilmu tidak bisa dinikmati oleh banyak orang, belum jumlah uang yang keluar, dan panitia yang bekerja secara maksimal. Ketidak sesuaian jumlah pengeluaran dengan apa yang didapat dari jiwa Masisir adalah sebuah kerugian yang harus diikhlaskan.

Sebaiknya, seluruh kekeluargaan bekerja sama untuk mewujudkan seminar-seminar yang telah dirancang agar berjalan lebih efisien, dan tidak muluk-muluk menumpuk. Meningkatkan kerja sama yang berkelanjutan adalah salah satu cara memaksimalkan suatu agenda, serta membagi porsi masing-masing program kerja kekeluargaan. Mengapa demikian? Karena segala sesuatu jika terdapat banyak, maka akan terlihat murah kecuali adab. Begitu pula sebaliknya, jika seminar dirancangkan hanya sesekali saja, maka Masisir akan mengejar jadwal dan berebut demi mendapatkan kesempatan berharga.

Pembagian Porsi Rancangan

Rancangan program kerja yang terlalu banyak dapat diminimalisir dengan membagi porsinya masing-masing, kajian misalnya. Tidak bisa dipungkiri, bahwa setiap kekeluargaan pasti merancang program kajian. Akan tetapi, tidak semua Masisir memprioritaskan program ini, ujung-ujungnya yang hadir hanya segelintir orang.

Ada baiknya jika berbagai macam kekeluargaan di lingkup Masisir ini bekerja sama untuk membagi materi yang akan dikaji. Misalnya, KMA (Keluarga Mahasiswa Aceh) mengkaji Fiqh, KPMJB mengkaji Hadits, HMM-SU (Himpinan Mahasiswa dan Masyarakat Sumatera Utara) mengkaji Nahwu-Shorof, dan seterusnya sesuai kesepakatan. Strategi ini juga dapat mengurangi beban dewan pengurus setiap kekeluargaan serta dapat memaksimalkan kajian pembelajaran yang ada.

Alasan lain dari kerja sama ini adalah memberi waktu luang terhadap Masisir untuk lebih menekuni jadwal mata kuliah dan meminimalisir tingkat kegagalan setiap tahunnya. Sebagian Masisir yang telah mencapai kegagalan secara maksimal kerap sekali mengkambing-hitamkan organisasi, mengaku sibuk dan kesulitan membagi jadwal padahal dia sendiri yang ambigu pada waktu.

Masisir selayaknya kembali ke target utama mereka, yaitu menuntut ilmu di Negeri Kinanah demi mengabdi pada Bangsa dan Agama. Perlu kita camkan bersama-sama, bahwa ilmu tidak akan bermanfaat jika tidak diamalkan. Untuk pengamalan ilmu, diperlukan yang namanya mental keberanian untuk menyampaikannya kepada murid, yang mana hal tersebut dapat kita dapatkan dalam sebuah keorganisasian.

Dalam sebuah organisasi banyak pendidikan yang sangat berpengaruh pada diri sendiri dan tentunya mampu menciptakan mental-mental positif pada jiwanya. Sehingga, kita mengetahui bahwa sebuah pendidikan lebih penting dari pengajaran. Segala sesuatu dari apa yang kita lihat, kita dengar, dan kita rasakan adalah mengandung unsur-unsur pendidikan. Sehingga mampu melahirkan kader-kader generasi emas pada umat yang dapat meng-handling revolusi dunia.

Editor: Muhammad Nur Taufiq al-Hakim

Comment
Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Ad