Informatika Mesir
Home Aktualita Tanggapi Problem Etika Sosial Masisir, Salah Satu Panelis SDC: Regulasi KPI Tidak Cukup

Tanggapi Problem Etika Sosial Masisir, Salah Satu Panelis SDC: Regulasi KPI Tidak Cukup

Khairil Ansyari (kiri) hadir sebagai panelis dalam acara Student Dialogue Community (SDC) pada Rabu (7/10) (Sumber: Dok. Tim SDC)

Informatikamesir.net, Kairo—Khairil Ansyari, salah satu panelis pada Students Dialogue Community (SDC) menanggapi etika sosial yang telah menjadi polemik dan tidak ada habis-habisnya di kalangan Mahasiswa Indonesia di Mesir (Masisir). Ia mengatakan, sejak ia mengkritik PPMI Mesir pada tahun 2015 hingga sekarang, regulasi Komisi Peduli Interaksi (KPI) yang ada dalam Undang-Undang PPMI Mesir itu tidak cukup untuk mengatasi hal tersebut.


Ia juga menambahkan, pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh Atase Pendidikan dan Kebudayaan (Atdikbud) KBRI Kairo tidaklah cukup untuk mendidik etika dan akhlak Masisir. Karena menurutnya, ketika calon mahasiswa baru (camaba) seleksi ke Mesir saja, itu sudah ditanyakan perihal kemampuan pembayaran nominal untuk bisa ke Mesir.


“Ini kan sebuah apa ya, proyek dan bisnis yang menurut saya sebuah kesalahan fatal. Saya tidak tahu, apakah seleksi model seperti ini sudah jadi lumrah 5 tahun terakhir,” ungkap Ansyari dalam acara SDC edisi Oktober PPMI Mesir yang digelar di Auditorium Wisma Nusantara, Rabu, (7/10).


Ansyari yang juga Aktivis Sosial Pelajar dan Warga Negara Indonesia (WNI) di Mesir, mengaku sering melihat bagaimana Masisir dan Masisirwati bermain, juga jalan berduaan. Bahkan ia menemukan di sebuah rumah makan, ada Masisir dan Masisirwati berduaan, kemudian ketika ditanya, mereka menjawab bahwa itu adalah rapat kabinet.


“Kenapa mesti berdua? Kenapa mesti sepasang? Kenapa mesti 2, 3 pasang, 4 pasang? Kenapa gak laki-laki saja, atau perempuan saja? Bahkan sampai tengah malam itu. Jadi ini yang jadi permasalahan,” ujarnya.


Selain itu, Ansyari juga menambahkan kasus terakhir yang ia temukan di kalangan Masisir yang terjadi di ruang lingkup belajar. Saat itu ia menjadi penengah saat seorang guru bimbingan belajar (Bimbel) laki-laki mempunyai beberapa murid perempuan dan belajar secara privat di tempat yang tertutup. Menurutnya, itu adalah tindakan yang berbahaya.


Ansyari dalam penyampaiannya juga mengharapkan PPMI Mesir agar selalu membatasi pergaulan Masisir dan Masisirwati secara signifikan di ruang lingkup apa pun, baik di organisasi, pembelajaran, dan lain sebagainya.


Di sisi lain, dalam menanggapi kasus interaksi sosial Masisir ini, Absil Abdul Rahman, Lc., Dipl., selaku Pengamat Lingkungan Masisir yang juga panelis pada acara tersebut, meminta kepada PPMI Mesir untuk mengambil tindakan tegas, agar segera melantik KPI, yang sudah hampir setahun terbengkalai. Ia beranggapan, itu adalah solusi sementara untuk menghadapi problematik yang ada di Masisir saat ini.


“Dan jangan memberi ruang kepada semua orang untuk berdiskusi tentang apakah lelaki boleh bercampur baur dengan perempuan, dalam segala kaitan. Itu sepatutnya Azhar adalah cerminan kita. Tinggal terapkan, tinggal kita eksekusi, bukan kita diskusi,” tambah Absil.


Reporter: Defri Cahyo Husain
Editor: Naya Salsa

Comment
Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Ad