Informatika Mesir
Home Aktualita Seminar Al-Azhar, Siapakah Azhari?

Seminar Al-Azhar, Siapakah Azhari?

Informatika Mesir, Kairo (19/04). Pada umur ke-1000 sejak Al-Azhar berdiri, 972 M silam, hari ini Al-Azhar diduga sebagai lembaga yang mengajarkan terorisme dan Al-Azhar dianggap gagal dalam mengolah metodenya. Anggapan miring ini terjadi pasca ledakan bom yang terjadi di greja Alexandria dan Tanta, Mesir.
Rabu 19 April 2017, kru Informatika berjumpa dengan Abdurrahman Abdul Khaliq, mahasiswa Al-Azhar jurusan Syari’ah Islamiyah. Ia mengatakan bahwa ia semakin terkesan dengan Al-Azhar. Al-Azhar baginya telah memberikan semua apa yang dibutuhkan oleh para penuntut ilmunya. “Hari ini saya ditakdirkan hadir dalam seminar yang diagendakan oleh fakultas dakwah universitas Al-Azhar dengan tema ‘Sumbangsih Al-Azhar untuk Mesir dan Islam’, Rabu 19 April 2019. Sangat bersyukur bisa hadir dalam acara tersebut. Hadir, Syekh Dr. Jamal Faruq, dekan fakultas Dakwah, Dr. Abdul Fattah Awari, dekan fakultas Ushuluddin, dan juga Dr. Ibrahim Hudhud, mantan rektor Al-Azhar menjadi pemateri,” ungkapnya.
Kemudian ia melanjutkan, seminar ini sengaja digelar sebagai jawaban Al-Azhar atas tuduhan yang dilangkan ‘pihak luar’ pasca terjadinya bom gereja di Alexandria dan Tanta beberapa hari yang lalu bahwa Al-Azhar mengajarkan terorisme dan gagal membangun metode yang benar. Dalam orasinya Dr. Ibrahim Hudhud menyampaikan, “Saya tidak perlu berpanjang lebar, saya disini akan berbicara tentang apa yang telah tercatat dalam sejarah Mesir secara khusus dan Islam secara umum bahwa Al-Azhar adalah lembaga keilmuan yang sampai hari ini masih menjadi rujukan. Banyak lembaga keilmuan yang dibangun semasa dengan Al-Azhar, tapi sayang, sekarang mereka hanya (menjadi) catatan sejarah (yang) berlalu. Tapi, lihatlah Al-Azhar.”
Pada kesempatan ini, Syekh Dr. Jamal Faruq mengatakan, “Al-Azhar tetaplah Al-Azhar. Dengan artian, Al-Azhar yang sekarang adalah Al-Azhar yang dulu. Kami tetap berpegang teguh terhadap metode yang dibangun 1000 tahun yang lalu. Metode tersebut terdiri dari tiga komponen. Yang pertama ùlùmul manqùlyaitu Al-Qur’an dan Al-Hadis. Yang kedua  ùlùmul ma’qùl   yaitu ilmu-ilmu alat sebagai sarana untuk memahami ùlùmul manqùl, seperti (ilmu) Nahwu, Sharaf, Balaghah, Ushul Fiqh, Mantiq dan lain sebaginya. Yang ketiga adalah ùlùmud dunya yaitu ilmu-ilmu yang menjadi sarana keberlangsungan kehidupan dunia seperti ilmu kedokteran,” jelasnya menirukan apa yang disampaikan dekan fakultas Dakwah Al-Azhar.

Lebih lanjut, menanggapi perihal konsistensi mahasiswa Al-Azhar dalam mengemban risalah Azhari Syekh Jamal Faruq menyatakan, “Lalu siapakah Azhari yang sebenarnya? Azhari ialah (orang) yang beraqidah ‘Asy’ari dan Maturidi, bermadzhab satu dari yang 4 (Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah, Hanabilah), dan berakhlak sufi. Maka dari itu, barangsiapa yang belajar di Al-Azhar dan membawa pulang izajah Al-Azhar tapi tidak sejalan dengan manhaj (metode) Al-Azhar, dia bukan seorang Azhari. Al-Azhar berlepas tangan, karena dia tidak terdidik oleh Al-Azhar. Al-Azhar hanya dijadikan pintu untuk mempelajari “paham-paham luar”.”(Fattah).

Comment
Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Ad