Informatika Mesir
Home Aktualita Perbedaan Pembaharuan Islam ala Al-Azhar dan Universitas Kairo

Perbedaan Pembaharuan Islam ala Al-Azhar dan Universitas Kairo

Salah satu pemantik sedang memaparkan materinya pada acara Bedah Buku “Nahwa Ta’sis Asr Diny Jadid” karya Prof. Dr. Osman Khost. (Sumber: Dok. Informatika/Wahyudi)

Informatikamesir.net, Kairo — Pembaharuan yang ditawarkan oleh Universitas Al-Azhar dan Universitas Kairo berbeda. Pembaharuan menurut Al-Azhar adalah dengan tetap memegang teguh pemikiran-pemikiran dahulu atau turats dewasa ini dengan bentuk dan metode yang baru.

“Secara garis besar, yang diusung oleh Al-Azhar itu semacam rekonstruksi makna, atau menghadirkan makna lampau di era sekarang dengan wajah baru,”  ungkap M. Faiz Ubaidillah selaku koordinator  Al-Mizan Study Club.

Adapun menurut Prof. Dr. Osman Khost selaku Rektor Universitas Kairo, maksud dari “Pembaharuan Islam” adalah melepaskan keterkaitan dengan turats atau dengan sebagian kitab turats dan kembali kepada Al-Quran dan Hadits Rasul yang merupakan sumber utama kebenaran mutlak dalam Islam.

“Al-Khuyst ingin kembali pada sumber orisinil al-quran dan hadits, beliau beranggapan bahwa sebagian turats itu menjadi sebab umat muslim itu mundur dan tidak ada pembaharuan,” tegas Faiz.

Menurut Lukmanul Hakim selaku Koordinator Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam), kedua pendapat tersebut memiliki maksud yang positif dalam semangat ber-islam, yaitu menginginkan pembaharuan dan kemajuan pada wajah Islam dewasa ini.

“Perbedaan pembaharuan antara al-Azhar dan Cairo University itu sebagai dialektika yang bagus dan bukan sebuah shiro’, karena madrasah tajdid itu berbeda dan  dikupas dengan beragam perspektif dari pemantik,” ungkap Lukman.

Hal tersebut disampaikan dalam acara bedah buku karya Prof. Dr. Muhammad Osman Khost berjudul “Nahwa Ta’sîs ‘Asr Dîny Jadîd” yang diinisiasi oleh Al-Mizan Study Club dan Lakpesdam pada Kamis, (13/2/2020).

Perfotoan bersama usai pelaksanaan Bedah Buku "Nahwa Ta'sis Asr Diny Jadid" karya Prof. Dr. Osman Khost. (Sumber: Dok. Informatika/Wahyudi)

Dalam kesempatan itu juga, dipaparkan bahwa terdapat 2 metode pokok yang digunakan oleh al-Khuyst dalam karyanya ini, yaitu “Syakk Manhajî” yang di pelopori oleh Imam al-Ghazali dan Rene Descartes serta metode “Dekonstruksi” yang dipelopori oleh Jacques Derrida.

Dengan kedua metode ini, Rektor Universitas Kairo berusaha untuk menjelaskan gagasannya terkait pembaharuan Islam yang menurutnya sudah sangat dibutuhkan di masa ini.

Acara bedah buku yang diadakan di aula KM-NTB ini mengajak segenap Masisir untuk lebih teliti dalam menangkap sebuah informasi.

Hal tersebut sangat penting sekali di zaman informasi ini. Jangan sampai karena perbuatan segelintir orang yang dinilai abal-abal, membuat penikmat informasi menelan pengetahuan yang rancu atau justru membuat kegaduhan.

Hal itu dapat kita amati pada akibat yang terjadi atas tersebarnya video yang memaparkan beberapa perselisihan pendapat antara Grand Syaikh Al-Azhar dengan Rektor Universitas Kairo pada sebuah konfrensi yang diadakan oleh Al-Azhar bertopik “Pembaharuan Islam”.

Reporter: Wahyudi Maulana Hilmy

Editor: Muhammad Nur Taufiq al-Hakim

Comment
Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Ad