Informatika Mesir
Home Feature Penangkapan Mahasiswa Asal Sulawesi, Antara Kepastian Hukum, Perlindungan dan Tuntutan

Penangkapan Mahasiswa Asal Sulawesi, Antara Kepastian Hukum, Perlindungan dan Tuntutan

Informatikamesir.net, Kairo – Angin puyuh kembali bertiup kencang, memberikan debu serta kabar riuh yang kembali muncul kepermukaan. Kabar mengenai tiga warga Kerukunan Keluarga Sulawesi (KKS) Mesir, ramai diperbincangkan karena ditahan bahkan sampai dideportasi. Buntut penangkapan tersebut dilatar belakangi tindak kekerasan yang terjadi antar mahasiswa Indonesia di Kairo pada Juli 2023 lalu.

Lantas bagaimana rentetan kronologi penangkapan terlapor? Apakah penghapusan sanksi pada Sidang Pleno V tidak cukup sehingga harus menempuh jalur hukum? Di mana letak titik permasalahan sebenarnya? Apa tindakan KBRI Kairo terhadap penangkapan tersebut? Bagaimana nasib terlapor baik yang telah dideportasi maupun yang sedang berada di luar Mesir? Bagaimana tanggapan KBRI Kairo terhadap seluruh rentetan peristiwa? Berikut data yang tim Informatika kumpulkan melalui wawancara dengan KKS Mesir di Kafe Shams, Distrik 9, pada Rabu, (13/9/2023).

Kronologi Kejadian

Bagai petir di siang bolong, Ketua Umum KKS Mesir, Muhammad Alim Nur, menerima telepon dari Otoritas Keamanan Mesir (OKM) yang ingin datang ke ke sekretariat Sulawesi, Distrik 9, pada Minggu, (27/8/2023)  bertepatan pukul 15.00 CLT.

Tidak berselang lama, OKM telah berada didepan sekretariat Sulawesi dan menjelaskan maksud kedatangan mereka untuk menjemput terlapor yang merupakan warga KKS Mesir, terkait kasus kekerasan. OKM meminta dokumen tiga terlapor dari total 11 orang yang terlibat, dikarenakan pihaknya telah mengetahui bahwa delapan terlapor lainnya tidak berada di Mesir.

Sebelum senja usai, OKM telah meninggalkan lokasi sekretariat Sulawesi. Lalu, Alim Nur langsung menghubungi Dewan Keamanan dan Ketertiban Mahasiswa (DKKM) untuk menceritakan kejadian di tempat. Setelah mendapatkan informasi tersebut, DKKM langsung berkoordinasi dengan KBRI Kairo, tetapi tidak ada tanggapan dari pihak terkait.

Besok paginya, Senin (28/8/2023), Alim Nur menghubungi salah satu staf KBRI Kairo untuk menjelaskan kedatangan OKM ke sekretariat Sulawesi. Ia menyatakan telah mendapatkan informasi terkait penangkapan oleh OKM terhadap tiga terlapor. Sontak mendengar jawaban staf KBRI Kairo yang mengetahui penangkapan, Alim Nur mencium adanya keterkaitan antara KBRI Kairo dan OKM.

“Penangkapan kemarin saya juga ditelepon dari OKM ada penangkapan ini (penangkapan terlapor),” ucap staf KBRI Kairo.

Umpama seseorang yang menunggu surat cinta dari kekasihnya, beberapa hari kemudian, informasi datang kepada KKS Mesir melalui Koordinator Fungsi Penerangan, Sosial, dan Budaya (Pensosbud) KBRI Kairo, Aming Lasim yang menyatakan akan menyampaikan informasi penangkapan ini kepada Duta Besar Republik Indonesia untuk Mesir, Lutfi Rauf.

Karena khawatir terhadap kondisi tiga terlapor di tahanan, pihak KKS Mesir menyurati KBRI Kairo. Akan tetapi, KBRI Kairo menjamin bahwa fasilitas tahanan Mesir sudah memiliki standar yang bagus.

Bak seorang yang tidak kenal asa, pihak KKS Mesir kembali melayangkan permintaan audiensi  kepada KBRI Kairo untuk dapat bertemu terlapor. Namun, jawaban dari KBRI Kairo menandakan bahwa langit masih diselimuti kabut.

“Sampai sekarang kita belum dikasih akses oleh pihak OKM,” jawaban KBRI Kairo kala itu kepada KKS Mesir.

Awal Mula Titik Permasalahan

Menurut Alim Nur, jika permasalahan kekerasan ini dirumuskan bersama, tentu akan menemukan titik terang terhadap kejadian yang sebenarnya.

“Kalian mau KKS untuk membantu kalian tapi kalian sendiri yang meninggalkan KKS di dalam forum, kan bisa antum ikut sertakan KKS dalam perjuangan, kita kumpulkan power (Red: Kekuatan) untuk melawan oknum,” tegas orang nomor satu di KKS Mesir ini.

Alim Nur berpandangan kebanyakan pihak berlarut-larut menghukum lembaga bukan oknum yang memicu permasalahan. Salah satu contoh dengan terbentuknya 15 forum kekeluargaan yang sebenarnya memutuskan persatuan.

“Padahal saya sudah jelaskan, Saya yakinkan pada rapat kekeluargaan. Saya yakin yang hadir di sini para penuntut kebijakan para gubernur, pasti kalian berjalan dengan undang masing-masing, apakah ada di antara kalian yang menyetujui bahkan menyuruh pemukulan anarkis, ada ga yang menyetujui?” tutur Alim Nur saat menghadiri Sidang Pleno V yang digelar pada Minggu, (13/8/2023) bertempat di Aula Wisma Nusantara.

Rilis Pers KKS Kairo, Penahanan WNI.
(Sumber: Defri Cahyo Husain)

Pihak KKS Mesir menyatakan bahwa permasalahan ini sebenarnya terjadi secara rutin setiap tahun. Permasalahan tersebut berupa konflik antara dua kekeluargaan dan ketegangan di kalangan mahasiswa yang baru tiba di Mesir dikarenakan belum memahami karakteristik dan norma budaya masing-masing individu, sehingga tidak dapat dianggap seragam sebagaimana yang berlaku di daerah asal mereka sebelum merantau dari Indonesia.

Menurut Alim Nur, diperlukan materi lebih mendalam lagi tentang pengenalan budaya khususnya untuk calon mahasiswa baru agar bisa saling memahami budaya daerah lain.

Komunikasi Satu Arah

Seperti cinta yang bertepuk sebelah tangan. Alim Nur mengungkapkan bahwa KBRI Kairo tidak pernah meminta keterangan sedikit pun mengenai kasus ini kepada mereka, baik mengenai kronologi kejadian atau klarifikasi pelaku kekerasan.

“Ngga ada komunikasi selama ini, makanya, kan gini, kita dikucilkan dari pergaulan, komunikasi dengan KBRI, tapi kami tidak pernah dimintai informasi,” ungkap Alim Nur.

Alim Nur menegaskan, terjadinya penangkapan terlapor oleh OKM berdasarkan permintaan KBRI Kairo merupakan tindak lanjut dari laporan dari pelapor, yang KKS Mesir anggap sebagai bentuk keberpihakan KBRI Kairo terhadap pelapor.

Ketua II KKS Mesir, Defri Cahyo Husain menyayangkan, segala proses dalam kasus ini, mulai dari penangkapan, penahanan, sampai deportasi terlapor tidak berdasarkan proses hukum yang jelas. Mereka hanya sekadar ditangkap, lalu ditahan selama dua minggu dan setelah itu dipulangkan ke Indonesia tanpa kejelasan status hukum.

“Jadi mereka itu cuma dipenjara dan ngga diinvestigasi lagi lebih lanjut diminta cari keterangan, bukti dan lain sebagainya, cuma dipenjara dua minggu udah langsung dipulangkan gitu,  ini ngga ada persidangan. Selama ini ngga ada,” tegas Defri.

Defri Cahyo juga menyayangkan fakta bahwa isu yang sedari awal menjadi buah bibir hanyalah isu tindak kekerasan saja tanpa memedulikan isu provokasi. Ia menganggap padahal segala kasus yang berulang terjadi disebabkan karena provokasi yang juga berulang.

Pertanyaan Besar Fungsi Diplomasi KBRI Kairo terhadap Perlindungan WNI

Setelah terjadi penangkapan oleh OKM, bagai jarum yang jatuh ditumpukan jerami, ketiga terlapor ditahan di lokasi yang tidak diketahui, sehingga pihak KKS Mesir, perlu mencari tahu keberadaan tempat penahanan.

Berbagai upaya dilakukan, salah satunya dengan meminta bantuan kepada KBRI Kairo. Namun pupus sudah harapan mereka, ketika lembaga perwakilan Indonesia di negeri orang ini, hanya mengangkat tangan, menyatakan bahwasanya hal ini sudah di luar kuasa dan KBRI Kairo tidak memiliki wewenang untuk mengintervensi kasus ini.

Menanggapi KBRI Kairo yang seolah lempar batu, sembunyi tangan, Alim Nur mengungkapkan kebingungannnya, jika mereka mengetahui bahwa konsekuensinya akan seperti ini, mengapa bukan KBRI Kairo saja yang langsung turun tangan.

“Pertanyaanku satu, kenapa dilapor? Kalau tahu konsekuensinya akan seperti ini, kenapa dilapor? Kenapa bukan KBRI saja? Panggil ke KBRI, lakukan pembinaan kalau perlu pulangkan secara kultural. Atau melakukan pembinaan satu bulan di KBRI, suruh membersihkan taman atau apa pun di situ untuk pembinaan,” ujar Alim keheranan.

Defri Cahyo menyatakan KBRI Kairo telah gagal karena tidak menggunakan fungsi diplomasinya untuk melindungi warga negara di luar negeri.

“Padahal KBRI tuh diplomat loh, kalau emang ngga berwenang, kenapa fungsi diplomatis ngga dilakukan? Padahal mereka sebenarnya berwenang diplomasinya itu, soalnya mereka berdiplomasi sama ketua OKM atau yang lebih di atas dari itu kan bisa-bisa aja kalau memang mau melakukan fungsi perlindungan WNI, masalahnya itu (fungsi diplomasi) ngga mereka usahakan, makanya kita bilang gagal,” ungkap Defri.

Berdasarkan konsultasi Alim Nur dengan seorang pengacara, seharusnya proses seperti ini ditangani oleh kedutaan setempat secara langsung, bukan berdasarkan hukum yang berlaku di Mesir, karena pada dasarnya kasus ini hanya melibatkan sesama Warga Negara Indonesia (WNI), bukan permasalahan antara WNI dan warga negara Mesir, meski pun Tempat Kejadian Perkara (TKP) di Mesir.

Munculnya Kejanggalan

Terlepas dari KBRI Kairo yang menyerahkan kursinya atas kasus ini kepada OKM, timbul pertanyaan mengapa pihak OKM tidak melakukan sesuai prosedur mereka yaitu praduga bersalah tetapi malah langsung melakukan penangkapan terhadap tiga orang mahasiswa tersebut? Sedangkan KBRI Kairo mengatakan tidak bisa campur tangan ketika kasus ini telah masuk ranah hukum Mesir.

Mengenai pertanyaan ini, Alim Nur mengatakan pada hari pertama penangkapan, OKM mengaku bahwasanya mereka melakukan penangkapan atas permintaan KBRI Kairo.

“Jadi hari pertama itukan OKM mengaku, saya ke sini atas permintaan dari sifarah (kedutaan), pernyataannya dua, tangkap sekaligus tarhil (Red: Pemulangan) mereka,” kata Alim.

Detik-Detik Pemulangan Tiga Orang Terlapor

Alim Nur bercerita bahwa pada Kamis siang, (07/09/2023) pihak KKS Mesir menerima panggilan telepon dari KBRI Kairo yang meminta seluruh peserta yang hadir pada saat audiensi datang ke KBRI Kairo, pukul  16.00 CLT. Hakim sudah mengetuk palu, tanda keputusan akhir telah disampaikan, tiga terlapor dideportasi.

Dalam pertemuan tersebut KBRI Kairo, menyebutkan bahwasanya sudah turun surat dari imigrasi kantor polisi, namun saat pihak KKS Mesir meminta surat tersebut, pihak KBRI Kairo menyatakan permohonan maaf lantaran surat tersebut tidak bisa disebarluaskan.

Tiket pesawat pun langsung dipesankan malam itu juga, untuk penerbangan Minggu, (10/9/2023). Hal ini berdasarkan pertimbangan yang terlapor,  selama tiket belum dipesan selama itu juga mereka akan terus mendekam di balik dinginnya jeruji besi sel tahanan.

Sejak awal penangkapan terjadi, terlapor tidak pernah lagi kembali ke kediamannya. Sampai ketika waktu pemulangan tiba, terlapor diborgol beriringan dan dikawal dengan ketat oleh OKM sehingga pihak KKS Mesir benar-benar tidak memiliki kesempatan untuk berbicara dengan terlapor.

Selama proses pemulangan itu berlangsung, pihak KKS terus meng-update informasi kepada pihak yang akan menjemput terlapor dibandara Soekarno Hatta, di antaranya perwakilan Kementerian Luar Negeri.

Kasus Manakah yang Menjadi Alasan Pemulangan Terlapor?

Kasus kekerasan yang melibatkan anggota KKS terjadi di empat tempat, yaitu di lapangan Nadi Syabab Gamaliyya, Gamaliya,  Sekretariat KSW, dan Darrasah. Namun pihak KKS Mesir mengaku tidak mengetahui kasus manakah yang menjadi penyebab dipulangkannya terlapor.

Begitu juga dengan kriteria terlapor, hal apa saja kah yang dilakukan terlapor sehingga namanya tercatat dalam daftar pencarian oleh OKM?

Pasalnya dua dari tiga orang yang ditahan dan dipulangkan mengaku mereka hanya sekadar hadir di TKP tanpa terlibat langsung dalam kekerasan yang terjadi.

Bahkan sampai saat ini 11 nama terlapor termasuk tiga orang yang sudah dipulangkan masih belum memiliki status yang jelas dikarenakan tidak adanya proses hukum dan pengadilan.

Nasib Delapan Orang Terlapor yang Melaksanakan Umroh dan Tiga Terlapor yang Sudah Dipulangkan

Pihak KKS Mesir mengungkapkan bahwa sampai saat ini mereka masih menggali kejelasan status terlapor. Mereka juga menyatakan kesiapan untuk menggiring kasus ini ke meja hijau asalkan dilakukan berdasarkan proses hukum yang jelas dan melibatkan seluruh pihak terkait serta pengacara.

Begitu pun dengan status tiga terlapor yang sudah dipulangkan, masih membutuhkan kejelasan apakah mereka dipulangkan secara blacklist atau masih bisa kembali ke Mesir untuk melanjutkan studi di Universitas al-Azhar.

KKS Mesir juga mengungkapkan bahwa mereka tidak campur tangan mengenai keberangkatan delapan orang terlapor untuk melaksanakan umroh.

Tindak Lanjut KKS atas Kekecewaan terhadap KBRI Kairo.

Alim Nur menuturkan bahwa tindak lanjut yang mereka lakukan atas kekecewaan ini adalah menghubungi langsung Direktorat Perlindungan Warga Negara Indonesia (PWNI), Kementerian Luar Negeri.

Ia mengungkapkan bahwa ia berkomunikasi dengan perwakilan Direktorat PWNI Kementerian Luar Negeri, Baihaqi. Alim Nur mengajukan permohonan agar Kementerian Luar Negeri, bersedia membantu mereka menangani kasus ini dengan bijak dan berdasarkan proses hukum yang jelas, dikarenakan pihaknya sudah kehilangan kepercayaan terhadap KBRI Kairo.

”Kami ingin Kemenlu turun langsung, kalau tidak mau turun langsung mohon maaf, kita tidak tahu bola akan ke mana. Semakin lama bola didiamkan maka akan semakin liar, dan jika Kemenlu tidak bisa menyelesaikan mohon maaf kami akan serahkan ke komisi I DPR dan Menko Polhukam,” ucap Ketua Umum KKS Mesir ini kepada perwakilan Direktorat PWNI Kementerian Luar Negeri.

Tanggapan KBRI Kairo

Tim Informatika Mesir telah menghubungi Duta Besar Republik Indonesia untuk Mesir, Lutfi Rauf, melalui Koordinator Fungsi Penerangan, Sosial, dan Budaya (Pensosbud) KBRI Kairo, Aming Lasim, pada Minggu, (10/9/2023). Namun, ia mengungkapkan bahwa Dubes Lutfi belum bisa dimintai keterangan lebih lanjut karena alasan kesehatan.

Tujuan tim Informatika menghubungi Dubes yang akrab disapa puang ini untuk meminta keterangan lebih lanjut terkait keterlibatan KBRI Kairo, usaha yang telah dilakukan guna mendamaikan dan menyelesaikan rentetan permasalahan serta langkah yang akan diambil setelah deportasi terlapor.

Dari sudut pandang KBRI Kairo, sosok yang paling berhak untuk menjawab segala permasalahan ini adalah Duta Besar Republik Indonesia untuk Mesir.

Reporter: Rizqy, Raida, Naila, Agung

Editor: Tenra Amin, Abdullah Nur Qolbi

Comment
Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Ad