Informatika Mesir
Home Aktualita Masisir Jualan di Mesir, Bukan Ngaji sama Ulama

Masisir Jualan di Mesir, Bukan Ngaji sama Ulama

Ilustrasi keseimbangan antara belajar dan bekerja. (Sumber: katieroberts.com)

Oleh: Bagus Kamal

Akan selalu muncul problematika di dalam kehidupan ini, begitupun yang di alami teman–teman Masisir di tanah rantau. Sebagai mahasiswa yang jauh dari kampung halaman, masalah demi masalah akan selalu menemani mereka, dan  masalah-masalah yang di hadapai Masisir di antaranya adalah lupa tujuan datang ke Mesir.

Memang narasi ini sering terdengar di telinga Masisir, namun masalah ini masih saja aktual sejauh ini. Setiap tahun, ada saja sebagian Masisir yang lupa dengan tujuan mereka datang jauh –jauh dari Indonesia ke Mesir, tentu kedatangan mereka ke negeri seribu menara ini, tidak lain adalah mencari ilmu sebanyak –banyaknya.

Di tengah perjalanan mencari ilmu, ada saja godaan dan hambatan yang datang kepada mereka, sehingga menjadikan mereka lupa tujuan awal yaitu mencari ilmu. Namun seyogyanya, masalah yang ada harus di hadapi dengan bijaksana tanpa menafikan tujuan awal belajar di Mesir. Seperti halnya sebagian para Masisir  yang tergiur dengan usaha bisnis dengan segala variannya, baik sebagai pemodal atau sebagai karyawan.

Di sini perlu ditegaskan, bahwa tujuan kedatangan teman–teman Masisir ke Mesir adalah dalam rangka mencari ilmu, hanya  mencari ilmu, yaitu dengan duduk bersama para ulama baik di kampus maupun majlis–majlis talaqi.

Membaca riwayat pengalaman, di antara faktor yang menyebabkan teman–teman Masisir tidak bisa lulus tepat waktu adalah materi muqoror yang belum dikuasai dengan baik, lantas apa yang membuat materi muqoror ini belum siap diujikan saat ujian datang, tidak lain dan tidak bukan adalah seringnya mahasiswa yang tidak mengikuti muhadharah duktur di kelas karena kesibukannya bekerja, walaupun memang ada beberapa Masisir yang tidak masuk kampus karena malas.

Fenomena ini perlu disadari dan direspon dengan bijak. Kemampuan memahami muqoror yang tebal, dan susah, sekaligus banyak, tidak bisa di remeh-temehkan oleh teman–teman Masisir, butuh proses menghafal, memahami, mengulang, membaca, berdiskusi dan bimbel (bimbingan belajar), yang berkesinambungan serta kehadiran tatap muka bersama duktur di kelas agar bisa memahami dan menguasai muqoror dengan baik. Tentu semua ini, akan tergusur waktunya karena kesibukan bekerja.          

Bisnis atau bekerja memanglah hak prerogatif setiap mahasiswa, namun menempatkan sesuatu pada tempatnya di dalam ajaran Islam juga merupakan bagian perintah agama. Hadirnya teman–teman Masisir di bumi kinanah yang sudah Allah Swt. amanahkan kepada kita dalam rangka memanfaatkan waktu sebaik mungkin  untuk mencari ilmu, yang kelak ketika sudah pulang ke Indonesia akan menyebarkan ajaran–ajaran islam yang moderat dengan segala disiplin ilmunya dari al–Azhar. Tentu semua itu akan terbengkalai disebabkan kesibukkannya mencari uang karena bisnis dan lain sebagainya yang berkaitan dengan pelalaian dalam mencari ilmu.

Dan inilah yang di maksud tidak menempatkan sesuatu pada tempatnya, pihak al– Azhar juga sudah memberikan rambu–rambu terkait ini. Pada tahun 2018, izin visa masuk mahasiswa baru sempat tertunda, salah satu yang melatarbelakanginya adalah kekecewaan pihak al–Azhar kepada mahasiswa Indonesia yang memanfatkan waktu di Mesir untuk berdagang dan bisnis.

Kendati demikian, teman–teman Masisir yang belum mampu memaksimalkan keberadaanya di sini untuk mencari ilmu, sampai waktunya habis untuk mencari uang, tidak bisa sepenuhnya disalahkan, meskipun juga tidak bisa dibenarkan sepenuhnya, karena melihat adanya beberapa Masisir yang memang membutuhkan uang tambahan, demi bertahan hidup di Mesir, mengingat  kebutuhan bulanan memang sudah tidak dikirim dari Indonesia.

Kalau memang faktanya demikian, solusi yang di gunakan adalah mencari peluang beasiswa yang ada, dan seandainya belum mendapatkan rizki dari beasiswa yang sudah diusahakan, bekerja atau berbisnis semestinya merupakan pilihan terakhir. Namun, konsekuensinya adalah harus tetap bisa membagi waktu, dan tidak menjadikan pekerjaan sebagai tujuan utama hingga lupa belajar dan tergiur dengan pendapatan. Bahkan ironisnya, ada teman-teman Masisir yang sering tidak masuk kampus karena jam bekerjanya yang bertabrakan dengan jam masuk kampus.

Mencari ilmu sangat membutuhkan kemaksimalan di dalam prosesnya, demi mendapatkan hasil yang maksimal. Teringat perkataan Grand  Syaikh al–Azhar, Syaikh Ahmad Muhammad al-Tayyib di dalam muhadharahnya berkata “Dan ketahuilah walaupun kamu memberikan seluruh waktumu untuk ilmu, sungguh ilmu akan memberikan kepadamu sebagiannya saja, apalgi kalau kamu memberikan sebagian waktumu, maka jelaslah ia tidak akan memberikan kepadamu apapun.” Waktu lima tahun untuk program sarjana sesungguhnya sangatlah sempit, tidak sebanding dengan ilmu dari al–Azhar yang teramat luas. Jika waktu yang ada hanya habis untuk berbisnis dan bekerja, sangatlah ironis. 

Di luar sana, wacana  alumni al-Azhar yang merosot  kualitasnya akan terus didengar masyarakat Indonesia,  dan ini fakta yang berbicara di lapangan, ada teman–teman alumni al–Azhar yang memang belum siap secara intelektual dan mental dengan tantangan dakwah di lapangan. Hal ini mungkin terlatarbelakangi oleh kurangnya memaksimalkan waktu ketika proses mencari ilmu, karena sejatinya selama ilmu dari al–Azhar sudah ada di dada para alumninya, medan dakwah  dan segala  dinamikanya   mampu dilalui para alumni al–Azhar.

Dan kini, saatnya teman–teman Masisir kembali menata niat, dan mengambil langkah proposional untuk memaksimalkan waktu di Mesir dengan mengambil solusi terbaik yang bisa mendekatkan teman–teman Masisir dengan aktivitas positif sebagai pencari ilmu. Dengan demikian, harapannya teman– teman Masisir bisa merasakan nikmatnya al–Azhar yang didambakan selama ini sebagai tempat menengguk lautan ilmu.

Editor: Muhammad Nur Taufiq al-Hakim

Comment
Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Ad