Informatika Mesir
Home Keislaman Masa Keempat: Teknologi dan Modernisasi sebagai Senjata Pengikis Moral Bangsa

Masa Keempat: Teknologi dan Modernisasi sebagai Senjata Pengikis Moral Bangsa

Ilustrasi: Freepik.com
Oleh: Muhammad Nur Taufiq al-Hakim*
Dalam sebuah hadis bersanad ḥasan yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, yang mana termaktub dalam kitab Musnad Aḥmad Ibn al-Ḥanbali di hadis ke 18.406, dijelaskan bahwasanya periode masa kehidupan manusia semenjak masa kenabian terbagi menjadi lima masa. Hadis tersebut berbunyi:
تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ثُمَّ سَكَتَ

Artinya:
Di tengah-tengah kalian terdapat zaman kenabian, atas izin Allah ia tetap ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian. Ia ada dan atas izin Allah ia akan tetap ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian aka nada kekuasaan (kerajaan) yang zalim. Ia juga ada atas izin Allah ia akan tetap ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada kekuasaan (kerajaan) diktator yang menyengsarakan. Ia juga ada atas izin Allah akan tetap ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika dia berkehendak mengangkatnya. Selanjutnya akan ada kembali Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian.” Beliau kemudian diam. (HR. Ahmad).

Menurut penjelasan dari Syekh Abdullah bin Wakil selaku anggota lembaga pengajaran di Universitas Imam Muhammad bin Su’ud al-Islamiyah, periode masa yang pertama adalah masa kenabian, yaitu masa turunnya wahyu dari Allah SWT kepada rasul dan nabi-Nya dan berakhir dengan wafatnya penutup para nabi dan rasul Muhammad Saw. Masa yang kedua adalah Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian. Periode ini adalah masa para Khulafaur Rasyidin dari Abu Bakar as-Siddiq hingga Ali bin Abi Thalib yang berkurun waktu 30 tahun. Masa yang ketiga adalah masa pemerintahan dan kekuasaan yang penuh ketidakadilan dan kedzaliman. Mulkan ‘Âdlansecara bahasa diartikan kekuasaan yang menggigit yang dapat dimaknai juga dengan pemberlakuan sistem Monarki dalam pemerintahannya. Masa ketiga ini dimulai sejak munculnya Daulah Umayyah di abad ketujuh masehi hingga runtuhnya Daulah Turki Usmani di awal abad ke 19 masehi.

Kemudian, periode masa sebelum terakhir, yaitu masa keempat adalah masa pemerintahan dan kekuasaan yang tirani dan penuh pemaksaan dari para pemimpinnya. Di masa ini, timbul banyak sekali fitnah dari para pemimpin yang mana berperan besar dalam penciptaan berbagai konflik berskala besar. Timbulnya kekacauan dan huru-hara di berbagai aspek kehidupan juga menjadi ciri khas dari masa keempat ini. Lalu datanglah periode masa terakhir, yaitu masa kelima, dimana kehidupan umat manusia kembali ke jalur yang benar seperti halnya di masa kenabian. Berdasarkan uraian di atas, para ulama meyakini bahwasanya munculnya Imam Mahdi dan turunnya Nabi Isa a.s ke dunia untuk membawakan panji-panji keislaman kepada umat manusia merupakan akhir dari sejarah umat manusia. Namun, sebelum hal itu terjadi, perlu diingat baik-baik bahwasanya Imam Mahdi dan Nabi Isa a.s tidak akan muncul sebelum Dajjal menampakkan dirinya ke hadapan umat manusia. Tentunya segala huru-hara dan kekacauan yang terjadi di muka bumi sebelum dan selama kemunculannya, termasuk diantaranya krisis moral, merupakan suatu hal yang tak dapat dihindari. Sehingga perlu kita sadari, sebagai seorang muslim yang yakin terhadap kabar dari Rasulullah Saw. bahwasanya di masa inilah kita hidup sekarang.
            
Tak dapat dipungkiri, bahwasanya masa dimana kita hidup saat ini merupakan suatu masa  yang kurang ramah terhadap segala sesuatu yang menunjukkan perilaku moral yang baik. Sumber-sumber pengetahuan berbasis metafisik semisal al-Qur’an yang faktanya merupakan pedoman moral terbaik yang dimiliki umat manusia, seolah dikesampingkan jika dihadapkan dengan pengetahuan yang berbasiskan empiris yang sejatinya merupakan hasil murni usaha segolongan akademisi dan ilmuwan untuk dapat memuaskan hasrat keingintahuannya tentang dunia tempat mereka tinggal. Dunia Barat yang dianggap sebagai kiblat kemajuan suatu bangsa, telah berhasil mencetak para akademisi maupun ilmuwan yang dengan kemampuan intelektual mereka, diyakini mampu mengatasi berbagai persoalan hidup mayoritas manusia melalui perancangan sistem-sistem pengatur pola hidup. Dengan menggaungkan jaminan kesejahteraan dan kemakmuran, Teknologi dan modernisasi dijadikan ujung tombak dari sistem yang mereka ajukan kehadapan umat manusia.
            
Namun dalam pengaplikasiannya, alih-alih memberi kesejahteraan dan kemakmuran, justru sistem-sistem tersebut menciptakan masalah dan krisis baru bagi umat manusia yang seakan-akan kehadirannya memupus seluruh manfaat yang ditimbulkannya. Nampaknya, segala jaminan baik yang ditawarkan sistem-sistem tersebut hanya berlaku bagi minoritas umat manusia yang sekaligus  mengakibatkan hal yang sangat bertolak belakang kepada mayoritas manusia yang lain. Kemajuan teknologi sebagai media sosial dan hiburan, serta arus modernisasi dengan sistem Produsen-Konsumen-nya yang melebihi batas kewajaran merupakan contoh konkret dari penciptaan berbagai krisis yang melanda umat manusia. Krisis moral adalah satu dari sekian banyak buah permasalahan yang dihasilkan dari implementasi sistem-sistem rancangan mereka. Saat ini, disadari atau tidak, semua sistem tersebut telah mengakar kuat dalam pola kehidupan mayoritas umat manusia saat ini.
           
Teknologi dengan perannya sebagai sarana telekomunikasi, telah menciptakan hegemoni yang kuat dalam pola kehidupan sosial umat manusia. Begitu mudahnya seseorang untuk dapat berinteraksi dengan orang lain dari tempat yang jauh benar-benar telah membuat jurang pemisah antara manusia dengan lingkungan sekitarnya. Keadaan ini telah mencapai titik dimana dua orang yang sedang duduk bersampingan-pun terkadang lebih memilih berkomunikasi dengan aplikasi media sosial di gadget alih-alih lisan mereka. Media sosial berbasis internet, dengan berbagai fitur yang mendukungnya, juga menjadi perantara atas terjadinya berbagai tindak kriminal atau yang biasa disebut cyber crime semisal tindakan hacking dan spamming. Dikutip dari liputan berita BBC Indonesia, Sean Parker yang merupakan salah satu dari beberapa orang yang bertanggung jawab membangun Facebook, mengakui adanya dampak buruk dari media yang ia bangun tersebut. ”Dasar pikiran dari untuk membangun aplikasi-aplikasi ini, dan Facebook terutama, adalah tentang: “Bagaimana kita menghabiskan waktu Anda dan perhatian Anda sebanyak-banyaknya,” tungkas Sean Parker saat berbicara kepada Mike Allen dari perusahaan Axios.
            
Teknologi juga memiliki peran khusus sebagai sarana hiburan. Melalui musik, film, acara televisi, dan video game, berbagai propaganda tindakan-tindakan amoral tersebar luas. Aleister Crowley, seorang penulis berkebangsaan Inggris yang juga dikenal luas sebagai “Bapak Satanisme Modern”, adalah aktor utama dalam penyebaran propaganda tersebut. Dalam bukunya yang berjudul “The Book of Law”, ia memberikan asas pokok dari semua ajarannya yang berbunyi “Do what thou wilt, shall be the whole of the law,” yang artinya “Lakukanlah apa yang menjadi kehendakmu, yang mana akan menjadi keseluruhan hukum”. Pemahaman ini telah banyak mempengaruhi para akademisi dan ilmuwan yang pada akhirnya menghasilkan berbagai buah pemikiran yang sangat kontroversial.
            
Seorang profesor di Universitas Harvard bernama Timothy Leary, dikenal luas sebagai seorang psikolog yang menganjurkan penggunaan obat-obatan psikedelik dalam kondisi yang terkendali yang pada penerapannya justru digunakan sebagai pemicu rasa mabuk oleh kebanyakan orang. Alfred Kinsey yang merupakan seorang ilmuwan biologi asal Amerika Serikat, telah menghancurka budaya sosial yang ada dengan penyebar luasan hasil riset palsunya mengenai adanya kecenderungan yang besar bagi seorang manusia untuk dapat menyukai sesame jenisya. Dan masih banyak lagi berbagai penyimpangan moral yang digaungkan oleh para akademisi dan ilmuwan dengan sarana hiburan sebagai media penyebarannya.
                        
Sementara itu, arus modernisasi berupa penerapan sistem produsen-konsumen seakan datang untuk memperparah kondisi moral yang telah terkikis sebelumnya. Melalui sebuah film dokumenter, John Pilger menjelaskan secara gamblang, bagaimana nasib para buruh pabrik perusahaan-perusahaan multinasional yang beroperasi di negara-negara berkembang, termasuk di dalamnya Indonesia. Merk-merk besar seperti Nike dan juga GAP yang memenuhi seluruh outlet baju dan toko penyedia peralatan olahraga di seluruh dunia, faktanya telah benar-benar mengabaikan kode etik yang seharusnya mereka terapkan kepada para buruh mereka. Dengan upah perhari sebesar Rp.9.000.-, mereka dipaksa untuk bekerja 18 jam sehari, dan akan menjadi 24 jam jika ada tuntutan ekspor barang yang harus segera didistribusikan. Menurut keterangan Dita Sari, selaku pimpinan organisasi buruh, para investor asing beramai-ramai datang ke Indonesia dengan adanya jaminan upah buruh murah yang ditawarkan oleh pemerintah. Dengan dalih penciptaan lapangan kerja baru, para buruh terpaksa menerima pekerjaan apapun yang diembankan oleh pemilik perusahaan, mengingat mereka sudah dalam keadaan yang sangat miskin. Terciptanya kondisi seperti ini menjadikan tindak kriminalitas diantara golongan masyarakat menengah ke bawah seolah tak dapat dihindarkan.
                     
*) Penulis adalah mahasiswa al-Azhar Kairo tingkat 2 program studi Ushuluddin
Comment
Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Ad