Informatika Mesir
Home Tokoh Manuskrip Hikmah dalam Al-Hikam Ibnu ‘Atha’illah As-Sakandari

Manuskrip Hikmah dalam Al-Hikam Ibnu ‘Atha’illah As-Sakandari

Gambar ilustrasi Syeikh Ibn ‘Atha’illah as-Sakandari
Imam Ibn ‘Atha’illah AsSakandari
Mungkin tak banyak yang tahu perihal siapa yang disebut dengan Sidi Abu al-Abbas al-Mursi. Beliau adalah salah satu ulama dari negeri Mesir legendaris yang dimakamkan di kota Alexandria. Beliau menjadi seorang pemimpin tarekat Syadzuliyyah yang alim dan bijaksana pada masanya. Ibnu ‘Atha’illah as-Sakandari termasuk salah satu muridnya dari tiga murid lainnya yang mendapatkan kemasyhuran dan tempat yang sama-sama mulia di sisi Allah Swt. Dua murid lainnya yaitu Sidi Yakut Al-Arsy, dia adalah  murid yang dipilih langsung oleh sang Guru untuk menjadi khalifah musyid tarekat dan seorang lagi ialah Imam al-Busyiri pengarang kasidah kitab al-Burdah, sebuah kitab yang berisi pujian dan keutamaan Rasulullah Saw. yang terus menerus dibaca dan mendapatkan keutamaan hingga saat ini oleh umat Islam.

Sesuai namanya, Imam Tajuddin wa Tarjuman alArifin Abu al-Fadl Ahmad bin Muhammad bin Abd alKarim bin Abd Rahman bin Abdillah bin Ahmad bin Isa bin Husain bin ‘Atha’illah al-Jazami as-Sakandari atau yang lebih dikenal dengan sebutan Imam Ibn ‘Atha’illah as-Sakandari merupakan salah satu ulama yang masyhur di kalangan ahli tasawuf. Nama beliau dinisbahkan kepada tanah kelahirannya, Alexandria. Beliau lahir di kota Alexandria pada tahun 658 H/1259 M dan wafat di Kairo, atau di kawasan Gunung Muqattam, sebelah Tenggara Kairo, pada tahun 709 H/1309 M. Lebih tepatnya beliau wafat di Madrasah al-Manshuriyah yang berada di pedalaman Maristan al-Kabir yang dibangun oleh Malik Manshur Saifuddin Qalawun al-Alfa as-Shalihi (678 H/1689 M).

Mengenai hari wafat beliau, Imam as-Subki menyebutkan bahwa beliau wafat pada pertengahan bulan Jumadi al-Akhir, dan pada saat itu beliau berumur lima puluh empat tahun. Sedangkan Imam as-Suyuti menetapkan hari wafat beliau adalah, bahwa beliau wafat pada tiga belas Jumadi alAkhir tahun 709 H/19 November 1309 M.

Bangkitkan Cinta Dalam Jiwa Pecinta
Salah satu keutamaan Ibn ‘Atha’illah as-Sakandari adalah dirinya mampu membangkitkan jiwa manusia melalui kalam hikmahnya yang begitu mendalam. Kalam-kalam hikmah tersebut dapat ditemui dalam magnum octopus-nya al-Hikam. Di antara tujuan dari karangan ini adalah agar manusia senantiasa hidup bersama cinta Tuhannya dan mampu menuangkan cinta agung dalam realisasi kehidupan. Buku itu masih dapat dirasakan manfaatnya oleh  umat Islam hingga zaman ini.

Dikatakan, Ketika berguru kepada Sidi Abu al-Abbas al-Mursi Imam Ibn ‘Atha’illah as-Sakandari meminta kepada gurunya agar diberikan keutamaan cinta dan kemuliaan disisi Allah Swt. Begitu beruntungnya beliau, karena pada saat itulah Sidi Abu al-Abbas al-Mursi mendoakan muridnya itu sesuai dengan permohonannya. Hingga pada akhirnya beliau mampu mendapatkan keutamaan cinta di sisi Allah swt melalui karangannya. Bahkan cinta itu bukan hanya dirasakan oleh dirinya sendiri,  tetapi cinta itu juga dirasakan oleh umat Islam di seluruh jagat raya tanpa memandang sebuah golongan.

Salah satu hikmah dalam kitab al-Hikam yang begitu menampar jiwa yang lemah untuk melakukan maksiat karena rela akan dirinya terjerumus pada maksiat itu sendiri tertuang dalam hikmah no 35:
أصل كل معصية وغفلة وشهوة؛ الرضا عن النفس. و أصل كل طاعة ويقظة وعفة؛ عدم الرضا منك عنها. ولئن تصحب جاهلا لايرضي عن نفسه خير لك من أن تصحب عالما يرضي عن نفسه. فأي علم لعالم يرضي عن نفسه وأي جهل لجاهل لا يرضي عن نفسه
Dalam hikmah ini Ibnu Ajibah menuturkan bahwa barang siapa yang rida terhadap hawa nafsunya sesungguhnya dia telah menjadikan hawa nafsu tersebut baik di hadapannya, sekaligus menutup pandangan buruk keburukan-keburukannya, kebalikannya jika ia menganggap buruk hawa nafsu dan melihatnya dengan pandangan negatif, sesungguhnya ia telah mencari akan kesalahan dan aib dirinya sendiri. Maka di sini Ibnu Ajibah memberikan wasiat agar kita sendiri yang menelaah kesalahan dan dosa yang telah kita lakukan, dan jangan sampai memberikan sedikitkpun penilaian positif terhadapnya, karena jika sedikit saja anggapan baik muncul dalam hati terkait dosa dan maksiat, ia akan menggiring pada kesalahan dan dosa lainnya sedangakan diri kita tidak merasakannya.
Manuskrip AlHikam
Tidak sedikit ulama yang men-syarah kitab al-Hikam milik Ibn ‘Atha’illah as-Sakandari. Bukan hanya dalam bahasa arab, bahkan bahasa turki, melayu dan bahasa lainnya. Dr. Zaki Mubarak, di dalam kitabnya at-Tashowuf al-Islami fi al-Adab wa al-Akhlaq mengungkapkan :
“Bahwa al-Hikam al-Athaiyah telah dikaji oleh para pembesar-pembesar Ulama al-Azhar asSyarif pada zaman kita ini, di antara para masyaikh yang mengkajinya adalah as-Syaikh Muhammad Bukhait (Mantan Mufti  Mesir), beliau mengkaji kitab al-Hikam di Masjid Imam al-Husain bin Ali ra setiap selesai salat ashar pada bulan Ramadhan.Disebutkan juga bahwa Ibn ‘Atha’illah as-Sakandari turut hadir dalam majelis di waktu berlangsungnya pengajian.

Dr. at-Taftazani dalam Kitabnya Ibn ‘Atha’illah as-Sakandari, menyebutkan bahwa, syarah-syarah al-Hikam terorganisir sesuai urutan zaman, dan hingga saat ini syarah al-Hikam kurang lebih mencapai dua puluh empat syarah. Salah satu ulama kontemporer yang turut men-syarah kitab al-Hikam adalah Syeikh Muhammad Said Ramadhan al-Bouty, ulama karismatik dari negeri Suriah, karangan beliau dapat ditemukan di percetakan Darul Fikr, Damaskus. Banyak ulama yang memuji dan merekomendasikan syarah yang ditulis oleh beliau. Begitulah kiranya sekilas tentang kitab alHikam al-Athaiyah, karangan Imam Ibn ‘Atha’illah AsSakandari  dengan  beberapa syarah-nya dan pengaruhnya yang terus kekal dan abadi sejak abad ke delapan Hijriyah hingga sekarang.

Oleh: Nafilatul Ummah

Editor: Albi Tisnadi
Comment
Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Ad