Informatika Mesir
Home Aktualita Kurangnya Intensitas Kehadiran Kuliah Masisir, Mahasiswi Pascasarjana: Kuliah Bukan Tolok Ukur Intelektual Masisir

Kurangnya Intensitas Kehadiran Kuliah Masisir, Mahasiswi Pascasarjana: Kuliah Bukan Tolok Ukur Intelektual Masisir

Zulfah Nur Alimah, Lc. dalam SDC. (Sumber: Youtube/PPMI Mesir TV)

Informatikamesir.net, Kairo — Mahasiswi pascasarjana Universitas Al-Azhar Kairo, Zulfah Nur Alimah, Lc. memberikan pernyataan terkait fakta kurangnya intensitas Mahasiswa Indonesia di Mesir (Masisir) dalam menghadiri perkuliahan di kampus Al-Azhar. Menurutnya, menghadiri kuliah atau tidaknya seorang Masisir, tidak bisa dijadikan tolok ukur bagi kualitas intelektualnya.

“Tolak ukur intelektual Masisir sejatinya tercermin dari bagaimana dia berargumentasi, bagaimana dia mengambil tindakan, ataupun bagaimana caranya mengambil sikap saat menghadapi suatu isu. Banyak contoh nyata yang saya ketahui, ada Masisir yang jarang menghadiri kuliah, tetapi kualitas intelektualnya sangat tercermin dari cara berargumentasi dan bagaimana dia menyikapi suatu hal,” ujarnya selaku Panelis dalam acara Students Dialogue Community (SDC), Senin, (30/11) kemarin.

Zulfah juga mengungkapkan keresahannya mengenai stereotip masyarakat terhadap mahasiswa Universitas Al-Azhar Kairo. Ia menegaskan, Masisir setelah lulus dari Al-Azhar tidak harus menjadi ulama ataupun orang-orang yang berkutat dalam bidang agama.

Menurutnya, tugas Masisir yang sudah lulus dari Universitas Al-Azhar Kairo adalah mengajarkan nilai-nilai Azhar kepada masyarakat, dan hal itu tidak harus diaplikasikan dalam kegiatan-kegiatan yang melibatkan profesi keagamaan saja.

Dalam hal ini, Zulfa yang juga mahasiswi pascasarjana jurusan sastra, menjabarkan penjelasannya itu melalui perumpamaan ilmu logika. Dalam logika akademis, jika satu ditambah satu sama dengan dua, maka sesuai stereotip yang ada, artinya alumni Al-Azhar sudah pasti menjadi ustaz. Namun, dalam logika sastra, satu ditambah satu hasilnya belum tentu dua. Maka, artinya alumni Azhar belum tentu dan tidak harus menjadi ustaz.

“Masisir adalah miniatur kehidupan bermasyarakat di Indonesia. Kita sering menuntut Masisir menjadi ideal, tapi kita juga melupakan faktor-faktor keidealan itu sendiri. Kalau saya boleh memberi solusi, maka solusi yang paling tepat adalah diagnosa yang tepat terhadap segala hal yang ada di Masisir. Kemudian, Masisir juga harus menetapkan strategi ketika pulang ke tanah air. Agar tidak selalu dituntut untuk menjadi ustaz, maka Masisir harus pandai-pandai menempatkan diri di tempat yang sesuai dengan passion dirinya,” pungkas Zulfah.

Reporter: Dandi Azhary Nasution

Editor: Defri Cahyo Husain

Comment
Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Ad