Informatika Mesir
Home Opini Kemerosotan Moral Masisir Zaman Now

Kemerosotan Moral Masisir Zaman Now

Volunteer hands in a heart illustration
Setelah beberapa bulan terakhir ini melihat masalah interaksi yang kian hari semakin menuntut untuk dituntaskan, baik yang bersumber dari keluhan-keluhan pribadi, beberapa orang, maupun yang telah menjadi opini publik. Rasanya fenomena ini sudah saatnya mendapatkan perhatian dan tindakan yang harus diprioritaskan.
Belum lagi kasus-kasus yang sering membuat kita geram dan miris. Apa jadinya Masisir saat ini? Belajar jauh melalang buana ke Mesir, negeri para Anbiya’ dan Auliya’, tanah yang suci sumber keberadaan agama-agama samawi, namun dikotori dengan akhlak dan perilaku tak senonoh oleh sebagian oknum Masisir; terlebih pada pola interaksi lawan jenis.
Persoalan interaksi ini sudah mencapai level darurat. Bahkan realita pahit ini telah diketahui dan menuai kritikan dari guru-guru kita di al-Azhar. Sudah saatnya kita berbenah. Perlu adanya tindakan cepat tanggap dari seluruh elemen Masisir. Kita butuh pemantik yang menyalakan ghiroh kepedulian atas segala problematika pola interaksi negatif yang mewabah di internal Masisir.
Kita semua tahu dan paham akan prioritas. Masalah rumah tangga ini mestinya harus lebih diutamakan daripada yang lain. Ibarat ketika ada beberapa anggota rumah kita yang sakit, akankah pesta tetap digelar dengan mengabaikan si penderita? Atau memang kita sengaja mengabaikannya agar lambat laun virus yang dibawanya menyebar dan menular ke generasi berikutnya?
Kita semua tahu dan bangga ketika kiprah dan kontribusi PPMI Mesir serta lembaga-lembaga Masisir yang lain telah didengar dan disaksikan oleh wafidin dari seluruh negeri. Akan tetapi jika persoalan ini juga sampai ke telinga mereka, otomatis akan menjadi bumerang yang menghancurkan nama baik kita sendiri. Bahkan barangkali dari mereka sudah ada yang tahu dan turut miris akan kondisi internal Masisir kita ini.
Kenapa masih setenang ini? Sepertinya kasus antar hubungan lawan jenis yang beberapa kali mencuat di media sosial dianggap sekadar kenakalan remaja puber biasa. Yang tak lain hanyalah mereka yang sedang dimabukkan oleh asmara dan bingung bagaimana menghadapinya. Atau mungkin sudah telalu sering sehingga dianggap biasa. Ini yang lebih berbahaya.
Jika kendati demikian, maka jangan heran jika ada kecaman dari beberapa orang atau bahkan tanggapan tak sedap dari mahasiswa asal negeri tetangga. Lantas beberapa oknum dari kita hanya menanggapinya sebagai perbedaan budaya saja. Jelas, yang terakhir ini malah akan semakin menambah pelik permasalahan dengan mengubah arah serta nilai budaya kita yang berbudi pekerti luhur berlandaskan nilai-nilai Islam.
Tidak berhenti sampai di situ. Beberapa dari kita bahkan sudah memiliki anggapan bahwa interaksi yang seperti ini adalah yang paling sesuai dan sejalan dengan apa yang dipahami di zaman kita saat ini. Kalaulah begitu, sudah dapat dipastikan bahwa masalah ini bukan sebatas pada kesalahan perilaku, melainkan sudah menyentuh sampai pada ranah pemahaman yang keliru. Mau sampai kapan kekeliruan paham ini dibiarkan menjamah secara bebas, merasuk ke dalam domain pemikiran pelajar dan mahasiswa kita?
Sudah saatnya kita berembuk kembali, menyatukan pikiran dan membangun kesepahaman dalam standar ideal mahasiswa Timur Tengah berbasis al-Azhar dalam pola berinteraksi. Sudah barang tentu pembahasan ini membutuhkan wadah yang legal dan dianggap mampu menjadi fasilitator bagi semua elemen Masisir yang peduli dan ingin menuntaskan problematik ini bersama-sama.
Tidak cukup sampai di situ saja. Kita tidak ingin upaya awal dalam menyelesaikan masalah internal ini hanya berupa hitam di atas putih. Perlunya membangun kembali institusi yang menaruh perhatian dan bekerja untuk menjaga standar ideal yang sudah disepakati agar tetap selaras dengan rambu-rambunya serta dapat meminimalisir adanya penyimpangan. Keberadaannya juga harus memiliki legalitas yang jelas dan diakui oleh seluruh elemen Masisir.
Barang kali sebagian kita telah menelisik kembali dokumen berisikan undang-undang yang sudah lama dibuat oleh para senior kita dahulu. Satu dari sebelas undang-undang yang jika dihitung, sudah sejak 10 tahun lamanya vakum, tidak dijalankan, dan ditinggalkan.

Latar Belakang dan Dasar Pemikiran UU No. 2 Tahun 2007 tentang Komisi Peduli Interaksi (Dok. PPMI Mesir)
Dalam dokumen berjudul “Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga & Undang-Undang PPMI Mesir”, terdapat UU No. 2 Tahun 2007 tentang Komisi Peduli Interaksi atau disingkat KPI. Dengan membaca latar belakang serta memahami kembali dasar pemikiran dibentuknya lembaga ini, sangat mudah sekali ditemui adanya relevansi antara problematik yang sedang kita hadapi kini, dengan “pembusukan karakter” sebagaimana yang menjadi tagar/hashtagdalam kategori persoalan Masisir yang sudah ada pada 10 tahun silam.
Merupakan suatu anugerah yang patut kita syukuri, yang mana para pendahulu kita telah mewariskan sebuah sistem berupa lembaga yang telah disahkan, serta mekanisme kerja yang sudah terkonsep dengan matang; dengannya terciptalah pedoman yang dapat kita anut di dalam usaha dan proses menghadapi serta mencegah adanya pola interaksi yang menyimpang beserta masalah-masalah yang berkaitan dengannya.
Rasa syukur atas tersedianya peluang dan ditemukannya kembali solusi dari problematik kita saat ini perlulah diwujudkan dengan membentuk kembali KPI dan mengangkatnya ke permukaan.
Arkian, sampailah kita pada inti dari pembahasan ini. Menyoal siapakah yang akan turut serta merealisasikan berdirinya kembali KPI dan saling berkoordinasi untuk ikut mengentaskan fenomena pola interaksi Masisir yang negatif, yang mana kita ketahui bersama bahwa inilah visualisasi nyata bertajuk “dekadensi moral” yang terjadi dan sudah mewabah di lingkungan Masisir.
Akankah tanggung jawab ini dilemparkan begitu saja kepada satu lembaga pemegang otoritas tertinggi di kalangan pelajar dan mahasiswa Indonesia di Mesir, sedangkan kebanyakan kita hanya menyaksikan proyek yang dibiarkan “mangkrak” tak terurus kerena saking sibuknya menggelar pertunjukan-pertunjukan seni budaya? Ataukah harus kita yang terus bersuara dan senantiasa menuntut keseriusan sampai tercapainya pendirian KPI ini kembali, sehingga keberadaannya diharapkan dapat turut menjaga pola interaksi Masisir dan pelajar Indonesia sesuai dengan rambu-rambu yang telah disepakati?
Maka tolong, seriuslah!
Kairo, 24 September 2019
Saya yang peduli,
Widhy Ridho Wiryansah (Mahasiswa al-Azhar, Fakultas Syariah Islamiah tingkat 3)
Editor: Muh. Nur Taufiq al-Hakim

Tentang Surat Pembaca
Surat Pembaca Berisi Opini, Aspirasi, Tanggapan, Kritik, Saran, Keluhan, Laporan, dan Pengaduan. Suarakan Aspirasi Anda sekarang juga di sini

Comment
Share:

10Comment

  1. Sebenarnya kita Masisir udah tau ikhtilat atau bercampur baur dengan lawan jenis itu salah, hanya saja kita hanya diam, pura-pura santai, akhirnya manjadi hal yg biasa.
    Miris.

  2. Mungkin juga bisa dimasukkan materi ttg adab dan tata krama di Mesir bagi mahasiswa baru saat ormaba. Agar tidak terulang lagi hal2 seperti ini di nasa depan.

  3. Mohon maaf sebelumnya… sebenernya sih alangkah baiknya ini tidak di share di web,karena bisa di baca halayak ramai,bukan hanya masisir,tapi juga yg ada diindonesia,yg sebelumnya tidak tahu jadi tahu, dan pada akhirnya nama al azhar yg jelek….. semoga allah selalu melindungi kita dari hal2 yg tidak baik..

  4. Menurut saya ini tindakan yang tepat. Karena sampai saat ini kita selalu menjadikan "khawatir menjelekkan nama Azhar" sebagai alasan. Yg pada akhirnya hal ini tidak menjadi perhatian Dan terus terulang. Pembaca Yang baik, mereka akan mampu membedakan mana inti permasalahan. Menerapkan hukum syara' itu lebih urgent daripada menuruti ketakutan akan pencemaran nama baik. Hal yg baik akan tetap baik, jangan terlalu khawatir.

  5. Isi beritanya bagus, saya apresiasi itu. Tapi tidak dengan menaruh berita spt ini di web ustad. Karna ini adalah masalah dalam ustad, publik selain masisir tdk harus tau. Karna kl di publik udah g ada beda lagi kamu pelaku, korban atau bahkan bukan pelaku dan korban.
    Mohon untuk lebih bijak dalan mengambil berita

  6. Masyaallah, barakallah fikum. Semoga pergaulan antar masisir dan masisirwati bisa terbatasi sesuai syara'. Semoga yg blm bisa nikah, dimudahkan shaum sunnah-nya. Yg bisa nikah, disegerakan pernikahannya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Ad