Informatika Mesir
Home Aktualita Institusi Islam Mesir Kritisi Penerbitan Kartun Hujatan Terhadap Nabi Muhammad Saw. Oleh Majalah Perancis “Charlie Hebdo”

Institusi Islam Mesir Kritisi Penerbitan Kartun Hujatan Terhadap Nabi Muhammad Saw. Oleh Majalah Perancis “Charlie Hebdo”

Grand Syekh Al Azhar Ahmad Tayyeb (Sumber: egypttoday.com)

Informatikamesir.net, Kairo – Sejumlah lembaga Islam di Mesir mengkritik keras tindakan penghujatan oleh Majalah Perancis “Charlie Hebdo” ketika menerbitkan ulang kartun penghinaan terhadap Nabi Muhammad Saw. pada Rabu, (3/9) dilansir dari Egypt Today.

Ini bukan pertama kalinya majalah tersebut menerbitkan kartun hujatan dengan dalih kebebasan pers dan memicu kemarahan umat Islam di seluruh dunia.

Pada Januari 2015 lalu, militan Islamis menyerang majalah tersebut dan membunuh 17 orang selama tiga hari. Beberapa hari kemudian, pawai yang diikuti oleh banyak pemimpin dunia diorganisir dengan slogan “Je suis Charlie” (Saya adalah Charlie.red) sebagai solidaritas terhadap para korban penyerangan.

Dikutip dari bbc.com, 15 orang dituduh melakukan serangan itu; pada hari Rabu (3/9), 11 terdakwa dibawa ke ruang sidang setelah lima bulan ditangguhkan karena pandemi COVID-19.

Imam Besar dari institut Sunni Islam tertinggi Mesir Al-Azhar Ahmad Tayyeb menyatakan menghina Nabi Muhammad Saw. adalah seruan eksplisit untuk kebencian dan kekerasan

“Nabi kita (Muhammad Saw.) lebih menyayangi kita daripada diri kita sendiri. Jadi, menghinanya bukanlah kebebasan berpendapat, tapi panggilan eksplisit untuk kebencian dan kekerasan, serta kehancuran semua nilai kemanusiaan dan peradaban. Selain itu, membenarkan penghinaan dengan dalih melindungi kebebasan berekspresi adalah kesalahpahaman tentang perbedaan antara hak asasi manusia atas kebebasan dan kejahatan terhadap kemanusiaan dengan dalih melindungi kebebasan,” tulisnya di halaman Facebook resminya.

Observatorium Pemantauan Islamofobia di Dar al-Ifta Mesir pada hari Rabu (3/9) juga mengutuk penerbitan ulang kartun tersebut dengan mengatakan.

“Penerbitan ulang kartun yang menghina Islam dan Muslim di pers Barat merupakan langkah provokatif terhadap perasaan umat Islam di seluruh dunia. Budaya kebencian dan kekerasan, dan memberikan dalih untuk mempraktikkan terorisme terhadap Muslim dan menstigmatisasi mereka dengan terorisme dan ekstremisme.”

Pihak Observatorium menambahkan, majalah mingguan tersebut telah menerbitkan kartun yang menghina Muslim dan Nabi Muhammad Saw. pada tahun 2006, 2011 dan 2015 yang menyebabkan peningkatan kekerasan dan memberikan alasan kepada kelompok teroris untuk menyerang gedung surat kabar tersebut pada tahun 2015.

Selain itu, pihak Observatorium pun memperingatkan bahaya praktik rasis atas nama kebebasan dengan mengatakan bahwa kebebasan tidak mutlak. Mereka menyerukan kepada parlemen dan pemerintah internasional untuk segera mengesahkan undang-undang yang mengkriminalisasi pelecehan terhadap simbol dan kesucian agama.

Presiden Perancis Emmanuel Macron selama kunjungannya ke Lebanon mengatakan melalui Reuters pada Selasa (2/9) bahwa dia tidak dalam posisi untuk menilai kartun majalah tersebut karena Prancis memiliki kebebasan berekspresi. Ia juga menambahkan bahwa rakyat Prancis harus menghindari dialog kebencian.

Syekh Ahmed Tayyeb dalam pidatonya tentang Islamofobia pada (2/6/19), mengatakan, media Barat telah mempromosikan citra yang salah tentang Islam melalui istilah “Islamofobia” meskipun para ulama dan ulama Islam berupaya untuk mengklarifikasi dan memperbaiki kesalahpahaman ini.

“Sampai saat ini, kami tidak pernah mendengar tentang Christianity-phobia, Judaism-phobia, Buddhism-phobia atau Hinduism-phobia. Saya percaya bahwa tidak ada surat kabar atau saluran atau program televisi di Barat atau di Timur yang berani berbicara tentang fobia agama atau kepercayaan lain,” kata Ahmad Tayyeb.

Ia lantas menerangkan bahwa Islam menolak kekerasan di antara orang-orang dari agama apa pun.

“Kami tidak membebani agama Kristen, atau Kristus atau Musa sedikit pun tanggung jawab atas pembantaian mengerikan Muslim oleh penganut agama lain. Kami tidak melabeli agama sebagai terorisme, kekerasan dan kebrutalan. Kami sangat menyadari perbedaan besar yang terdapat pada agama dan ajaran mereka,” lanjutnya.

Reporter: Fandi Pradana

Editor: Naya Salsa

Comment
Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Ad