Informatika Mesir
Home Laporan Khusus DTD GP Anshor Untuk Masisir, Perlukah?

DTD GP Anshor Untuk Masisir, Perlukah?

Peresmian GP Anshor di Aula Markaz Syekh Zayid oleh Yaqut Cholil Quomas
Tentunya sudah tidak asing lagi bagi kita, beberapa waktu yang lalu, Gerakan Pemuda Anshor atau GP Anshor mengadakan Diklat Terpadu Dasar (DTD) bagi kalangan mahasiswa Universitas Al-azhar, Kairo. Lantas, banyak pihak yang terheran-heran dengan pelaksanaan kegiatan semacam ini di lingkup Masisir. Berbagai pertanyaan dari bermacam-macam kalangan seakan tidak pernah usai. Satu sisi yang menjadi banyak sorotan perihal DTD tersebut adalah sisi Urgensitasnya, khususnya di ranah Masisir ini. 
Dengan segala rasa penasaran yang membuncah dalam diri, tidak serta merta membuat orang-orang lantas mempertanyakannya secara langsung, terlebih di ranah publik. Oleh karenanya, Kru Informatika mencoba untuk menggali lebih dalam mengenai berbagai informasi yang sepatutnya layak diketahui oleh mayoritas elemen Masisir yang sedang dilanda rasa keingintahuan ini.   
Disinyalir, kegiatan ini tercetus dari ide salah seorang aktivis Pimpimpinan Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCI-NU) Mesir sepulangnya ke tanah air (sengaja tidak kami sebut identitasnya). Ia mendapati suatu kendala yang menghadangnya untuk dapat melanjutan kiprahnya di NU Indonesia.  
Hal itu mungkin dikarenakan belum adanya rekrutmen secara resmi dan struktural yang menjembatani PCI-NU Mesir dengan NU Pusat sehingga alumni al-Azhar ini sedikit merasa kesulitan untuk turut aktif sebagai anggota NU di Indonesia. Padahal, lulusan Timur Tengah khususnya Al-Azhar memiliki banyak potensi yang amat teramat sayang jika tidak dieksploitasi.
Kaderisasi dalam tubuh NU sendiri bisa dinilai kurang, atau dengan kata lain, pengkaderan seseorang untuk menjadi seorang NU yang sejati itu sebenarnya tidak ada. Bagian pengkaderisasian itu seluruhnya diserahkan pada GP Anshor. Maka secara tidak langsung, bisa dikatakan pengkaderan GP Anshor inilah gerbang untuk masuk kedalam tubuh NU.
“NU di Indonesia pun semakin besar, maka penting adanya diklat di luar negeri, terutama bagi para pemuda, agar ketika pulang ke Indonesia bisa melanjutkan khidmatnya di NU,” ujar Nora Burhanudin, Lc. sebagai Ketua Tanfidziyyah PCI-NU Mesir.
Lalu kenapa harus dibentuk di Mesir pula? Karena NU ingin mewadahi segenap mahasiswa agar bisa  melanjutkan khidmahnya ketika di Indonesia nanti “Inilah tujuan utama dan yang paling utama diadakannya diklat terpadu dasar pemuda Anshor di Mesir,” lanjut Nora. 
Tentunya sudah maklum bagi kita, mayoritas warga Indonesia di Mesir masih berstatus pelajar.  Oleh karenanya, yang akan menjadi fokus mereka di Mesir ini adalah keilmuan dan ideologi. Bukan berarti menafikan bidang yang lain, akan tetapi, setidaknya akan menyuguhkan sedikit banyaknya manfaaat untuk mahasiswa yang ada di Mesir dengan tanpa mencampuri urusan-urusan yang berkaitan dengan peraturan negara setempat. Juga, Anshor yang berada di Mesir ini lebih fokus pada hal pengkaderan anggota-anggota Anshor itu sendiri, karena background dari pada para anggota Anshor di Mesir ini adalah pelajar. 
Perfotoan bersama seluruh tokoh NU
DTD sebagai Motor Militansi Anak Bangsa, Kata Pakde  
Diklat terpadu dasar yang dioranganisir oleh GP Anshor tersebut, merupakan sebuah diklat yang membahas masalah-masalah kebangsaan. Maka, menurut Pakde Aji Surya (sebutan akrabya), diklat-diklat semacam ini perlu diadakan, terutama untuk kita yang berada di luar negeri. Tujuannya? Tentunya untuk kembali mengingatkan dan menyadarkan kita sebagai anak bangsa bahwa Indonesia adalah negara yang besar dan pluralis. Maka perlu adanya acara-acara semacam ini untuk tetap mengingatkan anak bangsa terhadap rumahnya itu.
”Acara-acara semacam ini, saya kira perlu terus diadakan di luar negeri untuk para pemuda penerus bangsa, sehingga menyadarkan dan mengingatkan kembali bahwa kita adalah anak bangsa Indonesia,” ujar pakde Aji Surya saat ditemui kru informatika di kantor KBRI, Kairo.
Pakde Aji Surya yang merupakan Wakil Dubes Indonesia untuk Mesir tersebut juga menyarankan, acara-acara serupa dapat diadakan untuk khalayak yang lebih luas lagi. Barangkali, dapat lebih menebar kemanfaatan untuk banyak pihak. 
“Saya juga berharap bukan hanya untuk para kader Anshor, namun juga untuk pemuda yang lain, untuk selalu ingat bahwa kita ini pewaris bangsa, pemilik bangsa ini di masa depan nanti. Saya tidak mau ketika para pemuda ini pulang, lalu lupa dengan rumahnya sendiri. Saya sangat berharap para pemuda ini ketika pulang bisa membangun rumahnya menjadi lebih baik dan lebih baik kedepanya,” sambungnya.
Para pengurus baru GP Anshor 
GP Anshor sebagai Organisasi NU yang “MODERN” 
Bisa disebut, GP Anshor adalah oranganisasi modernnya NU. Mengapa demikian? Karena seluruh komponen yang terdapat pada GP Anshor telah terdata secara rapih. Untuk sekdar masuk kedalamnya pun harus melalui berbagai macam diklat dengan beberapa tingkatannya yang tidak sederhana. Dengan kata lain, GP Anshor memiliki data yang pasti terhadap siapa saja orang-orang yang sudah masuk menjadi anggota GP Anshor.
Organisasi ini juga memiliki tim IT tersendiri, sehingga segala kegiatan yang menyangkut GP Anshor dapat terpublikasikan dan tentunya mampu menebar kemanfaatan ke ranah yang lebih luas. Contoh yang lain, tuduhan-tuduhan negatif di media sosial terhadapa GP Anshor, bisa segera diketahui perihal fakta yang sebenarnya terjadi oleh GP Anshor di pusat. Dengan begitu, GP Anshor Pusat dapat meluruskan kembali statement negatif yang dibangun di dunia maya tersebut. 
“Seperti yang baru saja gempar di dunia maya, yaitu kasus pembakaran bendera dan pembubaran pengajian di Tegal. Kami mengetahui fakta yang sebenarnya seperti apa,” tutur Nora Burhanudin. 
Terhitung sejak tahun 2011 sampai sekarang (2019), anggota GP Anshor sudah  beranggotakan sekitar tujuh juta-an dan Banser (Barisan Anshor serbaguna) sendiri sekitar lima juta-an yang tersebar di seantero Nusantara. Artinya, ada semacam rekrutmen yang di bangun secara modern. Bukan hanya sekedar kulturasi yang siapapun bisa mengklaim keanggotaannya. 
“Tidak ada istilah Anshor kulturasi, Anshor ya harus diklat. Juga di Anshor ini ada jenjang karirnya, mengapa saya katakan Anshor ini modern, karena ia ada jejang karirnya dan bisa meneruskan,” lanjutnya.
Kedepannya, GP Anshor yang ada di Mesir ini akan bekerja sama dengan Darul Ifta dalam bidang keilmuan. “Kita tau NU dan Azhar sangat singkron sekali, maka kedepannya insya Allah kita akan bekerja sama dengan Darul Ifta Mesir,” tambahnya.
Untuk kawan-kawan yang memiliki kecenderungan dalam bidang kajian dan sebagainya, bisa masuk kedalam divisi ini. Sementara bagi teman-teman yang memiliki kecenderungan terhadap dzikir-an dan tarekat, maka bisa masuk kedalam “Rijalul Anshor”.
Suasana peresmian GP Anshor di Mesir
Diaspora Komponen GP Anshor
GP Anshor Mesir sendiri mempunyai empat departemen dan dua badan semi otonom, keempat departemen tersebut adalah: 1. Departemen Keilmuan dan Ideologi, 2. Departemen Sosial dan Jaringan Almamater, 3. Departemen Media dan Informasi, dan yang terakhir adalah Departemen Pemberdayaan Ekonomi. Sedangkan dua badan semi otonomnya adalah Rijalul Anshor dan Banser.
Departemen Keilmuan bertanggung jawab dalam peningkatan kualitas keilmuan mahasiswa dan mewadahi kawan-kawan yang memiliki minat di bidang kajian. Departemen ini juga memproduksi konten-konten yang menggambarkan Islam ramah dan rahmatan lil ’alamin. Departemen ini bergerak tidak hanya untuk majasiswa di Mesir (Masisir) saja, tapi juga untuk masyarakat Indonesia secara umum dengan media online yang telah tersedia. Nah, untuk pengisian konten serta bentuk partisipasi untuk kelancaran program ini, Masisir secara umum diberi kesempatan untuk melakukannya dan bukan hanya dari kalangan NU saja. Tentunya dengan catatan, selama mereka memiliki spirit, nafas dan manhaj yang sama.
”Dulu sebelum ada Anshor, yang mewadahi kegiatan-kegiatan kemahasiswaan adalah NU sendiri. Setelah adanya Anshor, mereka yang menghandel kegiatan-kegiatan kemahasiswaan ini. Anshor juga akan aktif dalam kegiatan-kegiatan bakti sosial. Sedikit bocoran program Anshor, kami akan bekerja sama dengan Sarkub untuk membersihkan kuburan-kuburan para auliya seperti Imam Syafi’I, Imam Ibnu Hajar al-‘Asqolani dll,” ujar Ahmad Rikza, Lc, yang merupakan Ketua II PCI-NU Mesir yang membidangi kaderisasi dan dakwah.
Ahmad Rikza, yang juga Ketua Dewan Penasehat di GP Anshor Mesir ini berharap, peran GP Anshor Mesir akan sukses menjadi estafet kepemimpinan NU secara umum kedepannya. Hal itu ia ungkapkan karena GP Anshor Mesir mempunyai keunikan tersendiri, yaitu diisi oleh kalangan pemuda yang sedang berada dalam puncak kesemangatannya.
“Tentu Anshor ini sebagai generasi muda NU. Maka pada masa yang datang, di pundak-pundak merekalah estafet kepemimpinan NU akan diserahkan. Anshor dan Banser ini punya peran signifikan.  Gagal mengelola oranganisasi Anshor, pasti akan berdampak jangka panjang,” tuturnya.
Jika kita amati secara seksama, bisa dibilang, dengan terlaksananya DTD GP Anshor di Mesir, maka nantinya, ketika para alumni al-Azhar ini pulang ke Indonesia, mereka hanya tinggal melanjutkan apa yang telah dicapai di PCI-NU Mesir dan tidak perlu memulai dari nol lagi. Hal itu dimaksudkan  untuk menjaga kesinambungan karir oranganisasi yang telah mereka rajut selama berada di Mesir juga agar memudahkannya mendapatkan ladang khidmah sekembalinya ke Nusantara.
Reporter: Fatahillah, Pahlawan, 
Refi, Farid
Comment
Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Ad