Informatika Mesir
Home Hard News Dari Kairo Untuk Gorontalo, Selayang Pandang Azhary Backpacker 2019

Dari Kairo Untuk Gorontalo, Selayang Pandang Azhary Backpacker 2019

Informatikamesir.com, Kairo – “Azhary backpacker ini di bentuk sebagai usaha dari Wihdah PPMI Mesir untuk menghadirkan tokoh-tokoh atau role model dari masisirwati yang bisa dijadikan contoh bahkan teladan untuk adik-adiknya,” ujar Furna Hubbatalillah selaku Ketua Wihdah PPMI Mesir.

Azhary Backpacker hiasi Oktober para Masisirwati. Sembari menunggu penentuan pemenang di awal November nanti, kesungguhan panitia dalam menghadirkan azhariyah terbaik memang terasa sedari awal penyeleksian.

Selasa (8/10) menjadi kesempatan terakhir untuk melaksanakan registrasi bagi para calon delegasi yang akan diberangkatkan ke Pondok Pesantren Al-Azfar Gorontalo.

Setidaknya ada 25 peserta terdaftar yang telah melaksanakan registrasi ulang beserta technical meeting di kantor Wihdah Wisma Nusantara.

Tahapan pertama dilaksanakan pada Jum’at (11/10) di aula Limas, Kemass (Keluarga Masyarakat Sumatra Selatan). Tes tulis dan lisan pun harus dilalui oleh ke-25 peserta sedari pagi hingga petang.

Senin (14/10), panitia akhirnya mengumumkan 14 orang terpilih untuk dapat melanjutkan langkah mereka ke tahapan selanjutnya.

Tepatnya di aula Kekeluargaan Mahasiswa Nusa Tenggara Barat (KMNTB), pada Jum’at (18/10), Azhary Backpacker kembali menggelar tes tahap kedua berupa penulisan karya tulis yang akan dipresentasikan oleh setiap peserta.

Tahapan ini terasa semakin sengit. Semua peserta sama sekali tak merasa ragu akan karya gubahannya. Pada Minggu (20/10), para dewan juri pun mengumumkan 10 peserta terpilih untuk melaju ke tahapan berikutnya.

Gorontalo tujuannya. Di tahapan ketiga ini, para peserta diuji wawasan dan pengetahuan ke-Sulawesian-nya.

Tahap ketiga ini menjadi tahap yang memang lumayan menyeramkan karena para peserta diwajibkan melek akan berita teraktual di Indonesia hingga sejarah ke-Sulawesian.

Di tahapan ini, para peserta juga harus memperlihatkan berbagai kemampuan sekaligus keilmuan mereka mengenai ulum syariyyah dengan pengujian kemampuan membaca kitab turast.

Tahapan tersebut memang begitu complicated di mana peserta bukan hanya diuji keilmuannya melainkan juga diuji kepeduliannya akan tanah air.

Pada Senin (21/10), terpilihlah enam peserta yang berhak melanjutkan ke tahap akhir penyeleksian.

Mengajar adalah tujuan utama dan pekerjaan yang harus dilakoni oleh para delegasi terpilih yang akan mengabdi, lantas kesiapan dan metode pembelajaran yang akan disuguhkan untuk siswa pun tentu dipertanyakan.

Enam peserta terbaik telah menunjukan kelayakan mereka walau pastinya panitia harus tetap memutuskan juara pertama dari kompetisi yang amat sengit ini.

Terlepas dari itu semua, sebenarnya apa itu lembaga Al-Azfar? bahkan apa tujuan Wihdah PPMI Mesir periode 2019-2020 untuk mengadakan ajang Azhary Backpacker ini?

Furna Hubbatalillah pun menjelaskan bahwa Azhary backpacker ini adalah wadah kompetisi untuk mengembangkan skill dan kemampuan intelektualitas.

“Dengan adanya kompetisi ini, temen-temen bisa mengukur kemampuan keilmuan, sudah sampai manakah kemampuan itu? Selain itu juga, Azhary Backpacker itu sebagai wadah untuk meng-upgrade semangat masisirwati, menjadi lonceng pengingat bahwa mereka akan kembali ke Indonesia dan suatu saat mereka akan diminta mengabdi ke masyarakat,” jelas Furna.

Faktanya, buletin Informatika 2016 silam telah merekam ukiran sejarah terkait seorang Furna Hubbatalillah yang kala itu merupakan pemenang utama dari Azhary Backpacker 2016 yang lalu.

“Karena menjadi pemenang saat itu, sehingga dalam diri merasa ada tanggung jawab untuk melanjutkan estafet program ini” ungkap Furna pada salah satu kru Informatika.

“Yang paling utama, karena urgensi program ini sangat edukatif, inspiratif dan kontributif. Program ini pun mampu menggerakkan sosok terpendam mahasiswi yang ternyata mampu untuk bersaing,” imbuh Furna.

Lantas, mengapa harus Gorontalo yang menjadi pilihan destinasi pengabdian?

“Kami memang mencari channel yayasan di luar jawa, karena target kami memang pulau luar Jawa yang masih kekurangan tenaga pengajar. Akhirnya bertemu dengan salah satu kawan ibu saya yang juga salah satu pengajar di sana. Saya dikenalkan dengan direkturnya dan beliau sangat antusias dengan program kami,” Jelas Furna.

Furna pun tidak menampik adanya kendala-kendala dan hambatan dalam dalam pelaksanaan ajang bergengsi ini.

“Hambatan biasa yang dialami setiap organisasi. Tidak ada hambatan utama yg sangat signifikan. Mungkin yang agak sulit adalah hambatan mencari pendonor dana agar bisa mengirim lebih banyak lagi peserta ke Indonesia,” ungkap Furna.

Reporter: Feliani Fahila

Editor: Muhammad Nur Taufiq al-Hakim  

Comment
Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Ad